Penulis: Ikhwanul Halim
Genre: Cerita Anak, Fantasi
17×25 cm, 408 halaman, paperback
Terlahir di toko buku, penulis mengenal folklore dari kecil. Seperti dongeng-dongeng Grimm Bersaudara, H.C Andersen, Kisah 1001 Malam, Kalila dan Dimna, Tragedi Yunani, Tangkuban Perahu, Si Kancil, juga Bharatayudha, dan lain-lain.
Para penulis dongeng seperti Charles Perrault, H.C. Andersen, Grimm Bersaudara, Andrew Lang, dan masih banyak lagi sebenarnya lebih merupakan kurator legenda-legenda yang beredar di masyarakat atau tersembunyi dalam manuskrip di perpustakaan. Orang-orang ini sangat berjasa memperkenalkan dongeng-dongeng lokal ke tingkat dunia.
Pun, karena awalnya merupakan sastra lisan yang diangkat menjadi sastra tulisan, lebih lanjut lagi kemudian dialihbahasakan dan disadur menurut citarasa penulis atau penyadur, maka tak heran dongeng-dongeng ini memiliki berbagai versi. Misalnya, Cinderella yang versi awalnya mengenakan sepatu dari kulit rusa, dalam penerjemahan ke bahasa Jerman menjadi sepatu kaca.
Jangan heran jika Andrew Lang menyadur naskah yang tersimpan di U.S. Bureau of Ethnology bahwa seorang penyihir Indian Amerika mempunyai bola kaca, meskipun duluuu mereka belum mengenal teknik mengolah silika.
Jangan pertanyakan mengapa kancil bisa mengalahkan buaya. Atau mentang-mentang Anda seorang pakar primata dengan pendidikan pasca doktoral mengomel bahwa gorila terbang dalam Wizard of Oz adalah mustahil. Jangan ya, dek, ya.
Hampir seluruh dongeng yang penulis ketahui memakai logika moral yang bengkok. Cinderella membalas dendam kekejaman ibu tirinya, Oedipus mencintai bunda kandungnya, si Kancil suka menipu, Yudhistira berjudi mempertaruhkan Astina dan Dewi Drupadi.
Penulis memutuskan mencoba menyadur sedekat mungkin dengan naskah asli, tetapi mencoba lebih membumikannya agar dipahami oleh anak-anak Indonesia tanpa terlalu melenceng dari aslinya.
Penulis tetap mengikuti baku penerjemahan yang umum berlaku di Indonesia. Misalnya, The Bad One dalam “The Carrier and The Bad One” bukan diterjemahkan sebagai “Satu yang Jahat”, tetapi “Si Jahat” atau “Dia yang Jahat”.
Mungkin pembaca akan bertanya, apa moral di balik dongeng-dongeng yang ada dalam buku ini?
Mari kita sama-sama mencari.
Mumpung ingat, penulis menantang para penulis untuk mengkurasi dongeng-dongeng Nusantara dan menjadi H.C Andersen atau Andrew Lang (Indonesia) berikutnya.
Buku ini merupakan seri pertama dari