Penulis: Taufan S. Chandranegara
Genre: Antologi, Cerpen, Puisi
13×19 cm, 120 halaman, paperback
Bercerita adalah memang salah satu kodrat hakiki manusia. Manusia adalah “Homo Narrans”, kata Kurt Ranke. Dunia dan peradaban manusia dibentuk oleh jejaring aneka cerita. Cerita berperan sedemikian krusial: ia dapat menghancurkan hidup manusia, tapi sekaligus juga bisa menciptakan hidup baru secara tak terduga.
Dalam khasanah bentuk cerita yang sangat luas, cerita-pendek memiliki posisi unik. Bentuknya yang singkat membuatnya bisa tampil sebagai apa saja: sekedar snapshot berbagai peristiwa yang unik, sketsa kecil kehidupan, lamunan pribadi, komentar reflektif atas peristiwa-peristiwa di masyarakat, ungkapan pengalaman mendalam manusia, renungan atas misteri kehidupan, dan sebagainya.
Cerita pendek dalam Antologi Taufan ini mencakup hampir semua bentuk itu. Dalam cerpen seperti “Cerita Bio Aroma”, “Cerita Carnivor”, “Cerita Setan” atau “Sampar Zaman” misalnya, tampak bahwa Ia piawai memainkan substansi perkara dan menata unsur-unsur dramatik yang diperlukannya. Namun pada cerpen lain tampak juga kadang ia sekedar memuntahkan mood-reflektifnya saja tanpa peduli bentuk, sebagai respons atas peristiwa-peristiwa sosial yang terjadi, bagai seorang yang ‘grumpy’.
Kadang ia bermain dengan aneka simbol dalam rangka menyindir situasi-situasi sosial-politik yang dianggapnya busuk, dan seterusnya. Tapi ada saatnya juga ia seperti merayakan saja suasana-suasana banal budaya lokal (Betawi) lengkap dengan dialeknya, sambil menyindir perilaku budaya urban; atau kadang juga sebaliknya, ia justru menggunakan style “surrealis” yang ganjil dan mengawang, dalam rangka semacam ‘merontgen’ kondisi sosial-budaya yang nyata.
Tapi apa pun bentuk yang dimainkannya, antologi cerpen ini banyak merenungi misteri kematian dihadapan dinamika kehidupan, juga menyelami aneka paradoks: antara malaekat dan setan, kesucian dan kedosaan, ketulusan dan kemunafikan, kebenaran dan kesalahan, dan seterusnya. dan seterusnya. Dengan kata lain, antologi cerpen ini adalah resonansi suara Nurani seorang manusia atas hiruk-pikuk kehidupan yang berjalan di sekelilingnya.
Semoga ia juga beresonansi pada diri para pembacanya.
Prof. Bambang Sugiharto
Pakar Estetika